Belajar Html Lengkap Ket : ganti kode warna merah dengan id top menu milik anda. Sekedar gambaran, pada umumnya sebuah menu blog memiliki skema kode HTML sebagai berikut :

LIPANRITV1

Retas5



    Medsos4

    coba4

    coba6

    Entri Populer

    BERITA HARIAN








    Media Informasi Sejarah Indonesia dan Dunia, Artikel Sejarah, Review Buku, Makalah, dll.
    Top of Form
    Bottom of Form
    Kekuasaan/Hak Raja Atas Tanah pada Masa Kerajaan 



    ( Lipanri-Online )15 Oktober 2017
    Dalam sejarah penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah secara tradisional pada mulanya berawal dari para cikal bakal yang berhasil membuka tanah sebagai lahan tempat tinggal dan sumber mata pencahariannya. Dalam perkembangan selanjutnya, cikal bakal itu karena jasa dan kepemimpinanya dihormati sebagai premus inter pares. Dia inilah yang kemudian bertindak sebagai pimpinan kelompok dan kemudian pimpinan desa.
    Premus inter pares itu kemudian membagi-bagi tanah yang telah dibuka itu kepada anak cucunya, dan kepada pendatang baru yang tunduk dan loyal kepada hukum yang berlaku di desa itu. Pada akhirnya, primus inter pares pemimpin itu dinamai kepala Desa atau kepala adat.
    Tanah pertanian yang menjadi milik desa atas dasar hukum komunal merupakan daerah wewangkon desa yang berstatus
    sebagai tanah desa dengan hak ulayatnya. Hak milik perseorangan atas tanah pada awalnya memang diakui. Tanah yang berada dalam kekuasaan desa itu dapat digunakan untuk kepentingan warga desanya, dengan syarat warga desa wajib membayar sejumlah uang atau barang sebagai tanda pengakuan atas hak dari pihak lain (desa) atau dapat juga dianggap sebagai persembahan (bulubekti) kepada pemilik hak atas tanah itu, yaitu Kepala Desa atau primus inter pares itu.
    Sejak ratusan tahun silam, tanah adalah bagian sengketa sosial-politik warga di Nusantara. Dari historiografi Nusantara disaksikan lipatan-lipatan kisah kontestasi penguasa memperebutkan hegemoni atas tanah. Sebagai bagian dari ekspresi atas kekuasaan, tanah jadi simbol pada dunia, ruang kuasa seorang raja. Narasi kerajaan-kerajaan di Nusantara menjadikan tanah sebagai simbol kuasa.
    Selanjutnya dengan kedatangan kebudayaan Hindu di Indonesia, khususnya Jawa, nyata sekali berpengaruh dalam bidang pemerintahan, kepercayaan dan agama, serta kebudayaan. Khususnya di bidang politik pemerintahan, pengaruh kebudayaan Hindu terhadap pengaturan masyarakat melahirkan sistem kerajaan, di mana sistem hak waris dan kekerabatan menjadi unsur utama di dalam sistem kerajaan tersebut. Dalam proses ini maka primus inter pares mengangkat diri atau diangkat menjadi raja yang menguasai tanah-tanah di seluruh wilayah kerajaannya.
    Lahirnya sistem kerajaan melahirkan golongan aristokratik serta tumbuhnya birokrasi yang berbasis pada sistem feodal. Adanya stratifikasi sosiolog pada masyarakat jawa yang feodalistik itu semakin mempertajamkan masalah hak atas tanah di Jawa. Pada struktur Kerajaan Jawa, maka raja dianggap sebagai pusat dari segala kekuasaan dan alam semestar, serta pemilik jagad raya. Paham ini menempatkan raja sebagai pemilik tanah kerajaan dengan kekuasaan mutlak. Dalam situasi demikian itu, maka kawula hanya mengenal hak pakai atas tanah dengan sistem hanggadhuh. Terhadap kaum keluarga dan kerabat kerja serta para pegawai kerajaan diberlakukan sistem tanah pinjam berupa tanah apanase untuk kaum keluarga dan kaum kerabat raja (Sentra dalem), dan lungguh atau bengkok untuk para pegawai kerajaan (Abdi Dalem). Disamping itu dalam hal-hal khusus, raja menghadiahi tanah kepada sekelompok warga masyarakat tertentu dengan tugas-tugas tertentu. Dari kejadian ini lahirlah tanah-tanah perdika mutihan dan sebagainya. Dalam sejarah, kerajaan di Jawa dapat diberikan contoh-contoh sebagai berikut. Berdasarkan Prasasti Dinaya (628 M0, dituliskan bahwa Raja Gajah yang menghadiahkan sebidang tanah, budak dan ternak kepada para pendeta yang ahli kitab Wreda untuk keperluan mendirikan bangunan suci dan asrama para brahmana (Sartono Kartohadirdjo, 1975 : 85). Dalam prasasti Kalasan (778 M) raja Panangkaran menghadiahkan tanah desa Kalasan kepada para Sanggha sebagai tempat tinggalnya. Tanah-tanah tersebut dijadikan tanah-tanah perdikan yaitu tanah yang bebas pajak dan bebas karya raja.
    Pada jaman majapahit, masalah tanah menjadi masalah yang bertambah penting, sebab negara Majapahit menggunakan basis pertanian sebagai basis ekonomi kerajaannya, disamping ekonomi perdagangan laut. Dalam pengusaha atas tanah tersebut, diatur dengan dikeluarkannya semacam undang-undang tanah yang disebut Pratigundala. Undang-undang tanah itu termuat pula di dalam Negarakertahama pupuh 88/3 baris 4. Dalam undang-undang tersebut Raja Wengker mengamanatkan kepada para Wedana, Akuwu, Buyut satu bulan Caitra. Dalam amanat itu antara lain dikatakan ….!pertahankan tanah gaduhan rakyat, jangan sampai menjadi milik tani besar, agar penduduk desa jangan sampai lari terusir ke tetangga desa untuk diam”…(Drs. Muhadi dkk, 1989/1990 : 62)
    Masuknya pengaruh kebudayaan Islam tidak banyak mengubah sistem pemilikan tanah tersebut. Sunan atau Sultan tetap memiliki hak mutlak atas tanah kerajaan, sementara rakyat hanya memiliki hak pakai. Dalam masa kerajaan, baik masa Hindu maupun Masa Islam, kekuaasan Raja tidak hanya mempengaruhi hak ulayat desa atau persekutuan, tetapi juga hak perseorangan pribumi. Dapatlah dikatakan, bahwa hak milik pribumi atau kawula dalam suasana raja-raja, sesungguhnya merupakan milik yang berbeban berat, dan oleh karena itu sangat goyah dan mudah hilangnya. Hak milik tersebut pada hakekatnya terbatas pada hak mengolah tanah saja atau hak memungut hasil atas dasar jabatan atau hubungan darah (kekerabatan). Adanya istilah milik (darbe) bagi kawula bukanlah hak milik dalam pengertian sesungguhnya, seperti hak eigendom jaman sekarang. Pemilikan tersebut hanyalah sekedar pengakuan oleh seseorang untuk menunjukkan batas-batas yang jelas dari orang lain. Oleh karena raja adalah pemilik mutlak semua tanah di kerajannya, maka rakyat (kawula) sebagai penggarap hanyalah berstatus sebagai Adi Raha atau Kawula Dalem. Sebagai penggadhuh dan penggarap, maka kawula Dalem wajib menghaturkan persembahan berupa barang (bulubekti), pajak atau dan tenaga kerja yang semuanya diatur melalui sistem birokrasi raja – patuh – bekel. Dengan kewajiban penggadhuh tersebut, yang ternyata sangat berat itulah, maka tanah gadhuhan itu dikatakan tanah milik berbeban berat atau tanah sanggan (beban). (Selo Sumardjan,1981: 178). Oleh karena luas tanag dihitung berdasarkan wajib kerja. Maka luas tana dihitung dengan karya (kerja, gawa) atau cacah (jiwa, keluarga).
    Di dalam sistem kerajaan itu terdapatlah kelompok kaum kerabat dan keluarga raja (sentana Dalem), dan pegawai kerajaan (Abdi Dalem) serta rakyat kerajaan (Kawula Dalem). Raja sebagai pejabat tertinggi di kerajaan di samping menguasai seluruh tanah kerjaan, dia juga mendapatkan tanah untuk menjamin keluarganya. Dalam hal ini maka Raja berstatus sebagai bangsawan, dan dia mendapatkan tanah apanase sebagai jaminan hidupnya dan keluarganya. Apabila raja ini biasa disebut bumi narawita, bumi pangrembem, dan bumi pamajegan. Bumi narawita (nara suwita) adalah tanah lungguh raja sebagai kepala kerajaan (primus inter pares). Bumi pangrambe adalah tanah apanase raja sebagai bangsawan dan bumi pamajengan adalah tanah raja sebagai warga pertama kerajaan yang wajib membayar pajak kepada kerajaan. Bumi narawita hasilnya untuk menjamin kehidupan raja beserta keluarganya bumi pangrembe hasilnya untuk menjamin kehidupan para priyatun dalem, yaitu pada garwa ampeyan, ampil, pangrembe dan peminggir raja beserta anak – anak mereka, sedang bumi pamajengan hasilnya untuk membayar pajak bagi tanah-tanah milik raja (Bandingkan dengan Hartono, 1991: 1-2)
    Sistem ini tumbuh dan berkembang sesuai dengan sistem politik kerajaan. Tumbuhnya sistem perfeodalan, masyarakat Jawa yang dibarengi dengan tumbuhnya kebudayaan Kastariya, memberi nilai tinggi terhadap tanah. Sistem apanase dan lungguh tersebut menentukan dan mengatur pola hubungan sosial politik masyarakat agraris Jawa. Terjadinya proses perfeodalan dalam masyarakat. Sistem apanase dan lungguh melahirkan tuan tanah dan kaum priyayi kaya, baik karena kebangsawannya, maupun karena jabatannya. Kekayaan dan keturunan tersebut berkuasa. Simbol-simbol kebangsawanan atau kepriyayaian kaya, baik karena kebangsawaannya, maupun karena jabatannya. Kekayaan dan keturunan tersebut melahirkan cita-cita hidup yang lebih indah, berwibawa, lebih halus dan berkuasa. Simbol-simbol kebangsawanan atau kepriyayian dimunculkan. Misalnya lingkungan tempat tinggal, gelar-gelar kebangsawanan, bahasa, benda-benda upacara, gaya hidup dan tata sopan santun kepriyayian dalam pergaulan dan sebagainya. Masyarakat dalam suasana feodal itu terbagi-bagi dalam golongan-golongan raja-raja, bangsawan priyayi, dan petani. Strata sosial dari masing-masing tingkat menghendaki persembahan dan penghormatan dari strata sosial di bawahnya. Dalam situasi agraris itu, feodalisme berkembang pesat. Pergaulan antara golongan aritrokarat dan birokrat dengan rakyat jelata sangat tidak seimbang. Masyarakat hanya terdiri dari tuan dan hamba. Tradisi ekonomi perdagangan hilang, dan memberi lahan yang subur bagi tumbuhnya sistem apanase dan lungguh dengan sistem ekonomi agraris yang tradisional. Sifat pergaulan hidup didasarkan pada kekuasaan dan ketaatan yang merupakan ikatan feodal atau peradilan feodal (Burger, 1964: 95). Ikatan feodal itu terdiri dari ikatan ventrikal dengan sedikit sekali terdapatnya ikatan persaudaraan (hubungan komunal). Dalam kehidupan di desa-desa, perabdian feodal tersebut berupa perabdian penduduk desa terhadap kepala desa atau lurah atau bekel. Didalam ikatan feodal itu terdapatlah kebebasan penguasa yang terdiri dari kaum aristokrat dan birokrat feodal untuk menjalankan pemerintah menurut kehendak mereka. Hal ini berada dalam kenyataan, bahwa raja dan penguasa menjadi pusat kehidupan. Raja bersama-sama dengan sentana dan narapraja (abdi dalem) merupakan kelompok penguasa yang menjadi pusat kehidupan masyarakat feodal. Mereka itu adalah pemilik apanase dan lungguh yang diperoleh sebagai imbalan jasa atau gajih atas keturunan dan jabatan yang disandangnya. Sehubungan dengan sistem pemilikan tanah tersebut, Burger cenderung mengatakan, bahwa proses penerapan kekuasaan raja dengan dasar tanah milik raja (vorstendoein) itu adalah sebagai proses pengetahuan dalam sistem feodal antara raja bangsawan atau kaum kerabat raja, birokrat atau abdi dalem dengan petani. Feodalisme sebagai wadahnya, didasarkan pada hubungan simbiotik atau kerjasama antara raja dengan penguasa dengan para petani yang keduanya memiliki hak dan kewajiban. Sarana untuk memperkuat hubungan tersebut diolah dengan cara raja sebagai pemilik tanah secara mutlak memberikan tanah-tanah kepada kaum kerabat raja (sentana dalem) dalam bentuk apanase, dan kepada para abdi dalem (narapraja) sebagai lungguh dan keduanya bersifat sementara dengan hak hanggadhuh. Jadi kekuasaan Raja atas tanah adalah benar-benar terjadi.


    DAFTAR PUSTAKA
    Agustinus Supriyono. Sistem Pertanahan Jaman Kerajaan Mataram Islam. Makalahdalamhttp://eprints.undip.ac.id/3254/1/10_Sistem_Pertanahan_jadi(Pak_Agustinus_S).doc. Diunduh pada 9 November 2015




    Jakarta –(lipanri-online) Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menjelsakan harga saham divestasi PT Freeport Indonesia. Jonan menghitung valuasi saham Freeport Indonesia berdasarkan induk usahanya, yaitu Freeport McMoRan Inc yang juga tercatat di New York Stock Exchange (NYSE) dengan kode FCX.
                                           
    Membuka catatannya, Jonan memaparkan kapitalisasi saham FCX di NYSE mencapai US$ 20,74 miliar pada penutupan perdagangan terakhir. Sedangkan dalam beberapa tahun terakhir kontribusi Freeport Indonesia ke induk usahanya, yaitu FCX sekitar 40% dalam 10 tahun terakhir. Jika dihitung secara matematis, kata Jonan, 40% kontribusi Freeport Indonesia ke FCX sekitar US$ 8 miliar.

    Baca juga: Pesan Jokowi ke Jonan Soal Freeport: Negosiasi Harus Win-win

    "Menurut saya dalam 5 tahun terakhir atau mungkin dihitung 10 tahun terakhir lah ya. Itu kurang lebih mungkin maksimum 40%. Kalau mau dihitung begitu, berarti nilai 100% PT Freeport Indonesia, kalau mau dihitung secara matematis ya US$ 8 miliar," kata Jonan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/10/2017).

    Selanjutnya, jika pemerintah ingin mengakuisisi saham Freeport Indonesia hingga 51%, maka valuasi saham Freeport Indonesia sekitar US$ 4 miliar dari total US$ 8 miliar. Akan tetapi, angka ini masih bergerak fleksibel.

    Baca juga: Mau Jelaskan Divestasi Freeport ke DPR, Jonan Minta Rapat Tertutup

    "Nah mengenai 51%, begini, kalau 51% berapa, berarti US$ 4 miliar. Tentunya kalau mayoritas pasti akan minta premium. Semua kepemilikan mayoritas itu pasti ada premium, ya dihitung tinggal nego premiumnya maunya berapa dan sebagainya," ujar Jonan.

    Mengenai hak kontrol setelah 51%, Jonan mengatakan, masih akan dikelola oleh Freeport McMoRan (FCX). Akan tetapi manajemen perseroan melalui persetujuan pemerintah.

    "Mengenai hak kontrol, gimana, ini sedang dibicarakan tapi komitmen sejak awal begini untuk operasi tetap diserahkan pada FCX. Tapi untuk manajemen, dari dulu tidak pernah pak, jadi untuk manajemen tetap pemerintah akan menentukan, 51% atau tidak 51%," kata Jonan. (ara/hns)
    freeport pt freeport indonesia menteri esdm ignasius jonan




    Situs Kodam Mulawarman Serang Kepala BIN, Ini Penjelasan Pangdam
    Foto: Screenshot artikel Kodam Mulawarman.
    Jakarta( lipanri-online) - Situs Kodam VI/Mulawarman mem-posting artikel yang menyerang Kepala BIN terkait isu pembelian 5.000 senjata. Ternyata artikel tersebut nongol secara liar. Tanpa koordinasi dengan pimpinan Kodam.

    Pangdam VI/Mulawarman Mayjen Sonhadji memberi penjelasan dan menyatakan kecolongan.

    Adapun artikel yang dimaksud di-posting pada Rabu (27/9) dengan judul 'SIAPA YANG MENCATUT NAMA PRESIDEN INGIN DATANGKAN SENJATA 5000 PUCUK'. Dalam artikel itu, bukan hanya soal senjata saja yang dianalisis oleh penulis. Sejumlah isu politis ada dalam artikel.
    Baca juga: Soal 5 Ribu Senjata dan Komitmen Panglima TNI pada Presiden


    Artikel mengangkat nama Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan. Mulai namanya yang sempat terseret dalam kasus korupsi di KPK hingga kegagalannya maju sebagai Kapolri.

    "Jendral Polisi Budi Gunawan mantan Ajudan Presiden Megawati pernah diplot jadi Kapolri. Namun, karena penolakan yang kuat, dipilihlah TITO. BG hanya jadi Wakapolri utk menghibur Megawati, maka kemudian dilantik jadi Kepala BIN," demikian kutipan dari artikel Kodam Mulawarwan itu.

    Penulis artikel tersebut juga menuliskan sebaiknya Kepala BIN diisi oleh perwira militer. Jikapun tidak, lebih baik dijabat oleh sipil, bukan dari polisi.
    Baca juga: Pernyataan Lengkap Wiranto Soal G30SPKI dan Pembelian Senjata oleh BIN


    "Jabatan Kepala BIN kalau tidak dipegang militer, lebih baik serahkan langsung pada pejabat sipil, bukan Polisi rekening gendut seperti BG. Apalagi hal tersebut dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka rusak negara ini," tulis sang pembuat artikel yang belum diketahui identitasnya.

    Pangdam Mulawarman Mayjen Sonhadji mengatakan tak pernah ada perintah dari pejabat Kodam mengenai posting artikel tersebut. Menurutnya, tulisan itu bukan dibuat staf Kodam, namun dari pihak luar.

    "Jadi itu anggota-anggota Pendam (Penerangan Kodam) dapat share dari WhatsApp-WhatsApp. Saya juga dapat dari mana-mana," ujar Sonhadji saat dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (29/9/2017).

    Sonhadji menyatakan, saat artikel itu di-posting, pejabat-pejabat Kodam sedang berada di Kaltara dalam rangka pembukaan latihan bersama pasukan Indonesia dengan Malaysia. Termasuk petinggi Pendam.

    "Kemarin tanggal 27 September saya, pejabat Kodam, semua ada di Kaltara, ada di Tarakan, dalam rangka pembukaan latihan bersama dengan Malaysia," jelas Sonhadji.
    Baca juga: Setara: Panglima TNI Cari Momentum Politik, Jokowi Mesti Hati-hati


    "Tanpa laporan, mereka dapat (broadcast) WA aneh-aneh dimasukkan di website," imbuh jenderal bintang itu.

    Saat ini Sonhadji dan jajarannya tengah menyelidiki pihak-pihak yang terlibat dalam posting-an artikel itu. Sebenarnya ada dua artikel lain yang di-upload di situs www.kodam-mulawarman.mil.id terkait isu-isu yang sedang berkembang belakangan ini.

    Dua artikel lainnya berjudul 'TNI JENDERAL GATOT NURMANTYO MEMUTAR KEMBALI FILM PENGHIANATAN G.30.S/PKI' dan 'INTELIJEN TNI VALID: INILAH VIDEO BUKTI POLISI MEMILIKI SENJATA ANTI TANK YANG DITUDUHKAN PANGLIMA TNI'. Kini artikel-artikel tersebut sudah tidak dapat ditemukan di situs Kodam Mulawarman.

    Seperti diketahui, isu 5.000 senjata ramai dibicarakan setelah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyinggungnya dalam sebuah forum. Isu PKI juga kembali menyeruak setelah ada perintah Gatot soal nonton bersama film G30S/PKI. Belakangan pun muncul video anggota Brimob tengah berpose dengan RPG.
    (elz/fjp)






    KPK: Uang Suap Dirjen Hubla Berceceran di Kasur hingga Toilet

    Jakarta ( lipanri-online)- Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) nonaktif Antonius Tonny Budiono ditangkap KPK karena diduga menerima suap. Uang suap yang ditemukan KPK berceceran di rumahnya.

    Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menceritakan tentang penemuan uang itu. Menurut Syarif, saking banyaknya uang itu, tim KPK sampai kesusahan menyitanya.
    Baca juga: Ditanya soal Uang Suap, Dirjen Hubla Nonaktif: Duit dari Tuhan


    "Jaksa pagi-pagi lapor ke saya, uang Pak Dirjen masih banyak. Kenapa tidak ambil? Katanya terlalu banyak, besok saja, Pak," kata Syarif dalam acara sosialisasi pengendalian gratifikasi dan pencegahan di gedung lama KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017).

    "Uangnya ada di kamar mandi dan tempat tidur, berceceran. Jadi kami capek dan kami segel dulu saja," Laode menambahkan.
    Baca juga: KPK: Duit Rp 20 M di OTT Dirjen Hubla Nonaktif dari Banyak Pihak


    Ketika diperiksa KPK, Tonny mengaku lupa uang itu berasal dari mana saja. Namun, menurut Tonny, uang itu akan digunakan untuk amal.

    "Saking banyaknya, ditanya dari mana uang ini, saya lupa. Saya bilang ini buat apa, anak sudah selesai sekolah dan istri sudah almarhum, banyaklah Pak, buat amal fakir-miskin dan gereja ada yang bocor kasih sedikit. Jadi beramal dari sesuatu yang improper," ujar Syarif.

    Padahal, menurut Syarif, Presiden Joko Widodo pernah terjun langsung ke Kementerian Perhubungan saat operasi pungutan liar. Namun rupanya kedatangan Jokowi itu, disebut Syarif, tidak menjadi pembelajaran.
    Baca juga: Tiga Kata Kecewa Jokowi untuk Suap Fantastis Dirjen Hubla


    "Padahal Pak Jokowi datang ke sana, harusnya sebagai tanda. Bayangin, Pak Jokowi ke sana, yang nilainya kecil sudah diperingatkan, ya sudah kita ambil yang (korupsi) Rp 20 miliar," kata Syarif.

    Dalam kasus suap itu, Tonny dijerat melalui OTT dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Uang suap itu diduga berkaitan dengan perizinan dan proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Dia diduga menerima suap dari tersangka lainnya, yakni Adiputra Kurniawan.

    Total uang yang disebut KPK sebagai suap sebesar Rp 20,47 miliar. Duit tersebut disita KPK dari 33 tas yang berisi uang tunai Rp 18,9 miliar. Sisa duit lainnya, yakni Rp 1,174 miliar, berada dalam kartu ATM yang disiapkan untuk membayar 'setoran' kepada Tonny.
    (fai/dhn)





    Politisi Golkar: Pansus KPK Rusak Citra Partai
    Jakarta, (lipanri-online) ------

    Politisi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan keterlibatan sejumlah kader partai beringin dalam Pansus Angket KPK menyebabkan citra dan elektabilitas partai menjadi rusak.

    "Survei internal yang dilakukan menunjukkan suara Golkar merosot ke angka 11 persen, padahal pada pemilu 2014 lalu Golkar meraih 14,75 persen suara. Dan 67 persen penyebab turunnya suara itu disebabkan kasus e-KTP," ujar Doli di Jakarta, Senin.

    Doli mengatakan gagasan-gagasan miring yang muncul dari Pansus Angket KPK juga banyak dilontarkan politisi Golkar.

    Misalnya, ide tentang pembekuan anggaran KPK yang dilontarkan salah satu anggota pansus dari fraksi Golkar. Hal ini, kata dia, jelas membuat citra Golkar semakin rusak.

    Doli menegaskan keberadaan Pansus Angket KPK yang dipimpin fraksi Partai Golkar di DPR semakin mendapatkan penolakan yang luas dari publik.Demikian tulis LKBN Antara.

    Menurut dia, semakin lama kasus e-KTP didiamkan begitu saja, maka akan semakin merugikan partai Golkar.(rdt)






    Cilegon, (lipanri-online) -----

    Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan seluruh prajurit wajib menonton film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI.
    Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

    "Kami menginstruksikan semua prajurit di lingkungan satuan TNI AD, TNI AL dan TNI Udara wajib menontonnya," kata Panglima Gatot Nurmantyo pada acara puncak bakti sosial sekaligus memperingati HUT TNI ke-72 di Pelabuhan Dermaga Indah Kiat, Merak, Cilegon, Banten, Kamis.

    Pemutaran ulang film G30S/PKI itu merupakan sejarah kelam yang harus dipahami dan diketahui oleh seluruh prajurit.

    Dimana tindakan PKI sangat kejam hingga membunuh tujuh jenderal, termasuk diantaranya petinggi Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani.

    Kekejaman PKI itu jangan sampai terulang kembali sehingga prajurit harus mengetahui dan mehamami sejarah tersebut.

    Menyinggung adanya pro dan kontra pemutaran ulang film G30S/PKI itu, kata dia, hal itu sudah biasa.

    Namun, pihaknya tetap menginstruksikan seluruh prajurit wajib menontonnya karena film itu bagian sejarah bangsa Indoensia.

    Karena itu, pemutaran ulang film G30S/PKI dinilai sangat penting bagi prajurit.

    "Kami minta sejarah kelam itu jangan sampai terulang lagi," katanya menegaskan.

    Ia mengatakan, pihaknya mengapresiasi di berbagai daerah di Tanah Air sangat antusias menonton pemutaran film G30S/PKI yang digelar oleh berbagai elemen masyarakat juga pemerintah daerah. Demikian tulis LKBN Antara.

    Apalagi, saat ini sejarah PKI di sekolah-sekolah sudah dihapus sehingga banyak generasi bangsa yang tidak mengetahui sejarah tersebut.

    "Kami berharap film G30S/PKI itu menjadikan sejarah yang terjadi di Indonesia dan jangan sampai terulang kembali," katanya.(rkk)








    kan BP Migas

    Jum'at, 16 November 2012 - 10:03 wib
    Suasana di Kantor BP Migas, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, beberapa hari yang lalu. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bertentangan dengan undang-undang. Dengan kata lain, MK membubarkan BP Migas ini. Berdasarkan putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012, MK resmi membubarkan BP Migas. Selanjutnya, tugas dan fungsinya dilaksanakan sementara oleh dirjen migas, Kementerian ESDM.





    KPK Geledah Kantor Pemkab Kukar

    Jakarta –(Lipanri-Online) KPK melakukan penggeledahan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim). Penggeledahan itu diduga terkait dengan penyidikan kasus korupsi.

    Dari informasi yang didapatkan, penggeledahan itu dilakukan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar. KPK pun mengamini adanya kegiatan penindakan di wilayah itu.

    Namun sayangnya, KPK belum memberikan informasi detail terkait kegiatan itu.

    "Sementara ini, yang bisa dikonfirmasi adalah benar bahwa ada kegiatan dari tim penindakan di sana," ucap Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha kepada wartawan, Selasa (26/9/2017).

    Hingga saat ini, belum jelas benar penggeledahan itu terkait kasus apa. KPK pun belum memberikan informasi lengkap soal itu.
    (nif/dhn)


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Undangan

    Translate

    .btn-space{text-align: center;} .ripple {text-align: center;display: inline-block;padding: 8px 30px;border-radius: 2px;letter-spacing: .5px;border-radius: 2px;text-decoration: none;color: #fff;overflow: hidden;position: relative;z-index: 0;box-shadow: 0 2px 5px 0 rgba(0, 0, 0, 0.16), 0 2px 10px 0 rgba(0, 0, 0, 0.12);-webkit-transition: all 0.2s ease;-moz-transition: all 0.2s ease;-o-transition: all 0.2s ease;transition: all 0.2s ease;} .ripple:hover {box-shadow: 0 5px 11px 0 rgba(0, 0, 0, 0.18), 0 4px 15px 0 rgba(0, 0, 0, 0.15);} .ink {display: block;position: absolute;background: rgba(255, 255, 255, 0.4);border-radius: 100%;-webkit-transform: scale(0);-moz-transform: scale(0);-o-transform: scale(0);transform: scale(0);} .animate {-webkit-animation: ripple 0.55s linear;-moz-animation: ripple 0.55s linear;-ms-animation: ripple 0.55s linear;-o-animation: ripple 0.55s linear;animation: ripple 0.55s linear;} @-webkit-keyframes ripple {100% {opacity: 0;-webkit-transform: scale(2.5);}} @-moz-keyframes ripple {100% {opacity: 0;-moz-transform: scale(2.5);}} @-o-keyframes ripple {100% {opacity: 0;-o-transform: scale(2.5);}} @keyframes ripple {100% {opacity: 0;transform: scale(2.5);}} .red {background-color: #F44336;} .pink {background-color: #E91E63;} .blue {background-color: #2196F3;} .cyan {background-color: #00bcd4;} .teal {background-color: #009688;} .yellow {background-color: #FFEB3B;color: #000;} .orange {background-color: #FF9800;} .brown {background-color: #795548;} .grey {background-color: #9E9E9E;} .black {background-color: #000000;}