Belajar Html Lengkap Ket : ganti kode warna merah dengan id top menu milik anda. Sekedar gambaran, pada umumnya sebuah menu blog memiliki skema kode HTML sebagai berikut :

LIPANRITV1

Retas5



    Medsos4

    coba4

    coba6

    Entri Populer

    Selasa, 28 April 2020

    Pemprovsu Telah Alokasikan Rp231 M


    Pemprovsu Telah Alokasikan Rp231 M Tangani Covid-19



    MEDAN,( kbn lipanri )

    Penyebaran wabah Corona Virus Disease (Covid-19) sangat berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) telah mengalokasikan anggaran melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk bidang kesehatan dan non kesehatan sekitar Rp231 M. Dana tersebut bersumber dari refocusing APBD tahun 2020 yang dilakukan oleh Pemprov Sumut.

    Hal tersebut disampaikan Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumut, Ismael Sinaga saat memberikan keterangan pers di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, lantai 6 kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro Medan, Selasa (28/4).
    “Dana telah disalurkan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rp32 M lebih dan kepada Dinas Kesehatan sebesar Rp199 M. Alokasi ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya membiayai fungsi kesehatan dan non kesehatan yang digunakan oleh GTPP,” ujar Ismael.

    Lebih lanjut dikatakannya, Pemprov Sumut juga sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,5 triliun lebih untuk penanggulangan Covid-19. Dana tersebut dialokasikan ke dalam 3 tahap. Pada tahap pertama dialokasikan anggaran sebesar Rp502 M, tahap kedua Rp500 M dan tahap ketiga Rp500 M.
    “Kita telah memfokuskan kembali kegiatan yang di APBD untuk kegiatan penanggulangan Covid-19. Kita melakukan efisiensi belanja kepada kegiatan yang sifatnya rutin, misalnya untuk rapat, pertemuan, kegiatan sosialisasi, termasuk juga perjalanan dinas. Hal ini sesuai dengan arahan pimpinan kita,” kata Ismael.

    Selain kesehatan, Covid-19 juga berdampak pada sosial dan ekonomi masyarakat. Untuk itu, Pemprov Sumut telah menyiapkan anggaran untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS). Bantuan ini akan diberikan kepada 150 ribu kepala keluarga dengan penerimaan Rp600 ribu per bulan. Menurut Ismael ini akan menggunakan anggaran sebesar Rp270 M.
    “Kemudian ada juga bantuan bahan pangan dari GTPP sekitar Rp30 M, sehingga total Rp300 M,” kata Ismael.

    Dikatakan Ismael, penyiapan dana penanggulangan Covid-19 merupakan beban pemerintah pusat hingga ke kabupaten/kota. Dana penanggulangan diamanahkan untuk menangani dampak kesehatan, ekonomi dan persiapan JPS.
    “Ini mungkin kami bisa sampaikan. Mari kita jalankan refocusing di daerah masing-masing. Kita harus bersama melangkah dan mengantisipasi penyebaran Covid-19 ini, jangan sampai warga kita ada yang kelaparan,” kata Ismael. (limber sinaga )

    Kamis, 23 April 2020

    video Anak

    Dana Penanganan Covid-19


    KPK Ingatkan Pemda Tidak ‘Main-main’ dengan Dana Penanganan Covid-19


    MEDAN,( kbn lipanri )

    Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) Wilayah I Maruli Tua melakukan rapat teleconference, Kamis (23/4) dengan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Sumatera Utara (Sumut). Maruli mengingatkan kepada pemerintah daerah (Pemda) di Sumut agar tidak bermain-main dengan dana penanganan Covid-19.



    FOTO

    Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) R Sabrina mengikuti rapat teleconference dengan  Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) wilayah I Maruli Tua di  Ruang Sumut Smart Province Lantai 6 Kantor Gubernur Sumut Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Kamis (23/4/2020).

    Melalui rapat tersebut, Maruli mengatakan banyak oknum yang mau memanfaatkan situasi bencana seperti ini untuk memperkaya diri. Karena itu, KPK akan memonitor secara ketat penggunaan dana penanganan Covid-19.



    “Banyak oknum yang ingin memanfaatkan keadaan bencana seperti ini. Jadi KPK akan monitoring dengan ketat. Ancamannya adalah hukuman mati. Jadi jangan main-main. Tetapi, tidak juga Pemda enggan menggunakan dana karena takut bila tata caranya tepat,” kata Maruli Tua.

     

    Saat ini kebanyakan yang menjadi masalah Pemda adalah harga-harga yang jauh lebih tinggi dari harga normal seperti masker dan alat pelindung diri (APD). Sedangkan Pemda harus membeli barang tersebut untuk menangani Covid-19. Menurut Maruli yang terpenting adalah tidak ada niat yang tidak baik dalam penanganan Covid-19.


     
    KPK melalui Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 menjelaskan apa saja yang perlu menjadi perhatian Gugus Tugas Percepatan Penangangan (GTPP) Covid-19 nasional dan daerah. Ada delapan poin yang ditekankan pada SE tersebut, yaitu tidak melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang dan jasa, tidak memperoleh kickback (pembayaran kembali), tidak mengandung unsur penyuapan, gratifikasi, benturan kepentingan, kecurangan atau mal administrasi, tidak berniat jahat memanfaatkan kondisi dan tidak membiarkan korupsi terjadi.



    “Kita tidak bisa lagi berpatokan dengan harga normal di saat seperti ini, karena kita harus melakukan keputusan cepat membeli atau menggunakan dana. Kita berpacu dengan waktu dan nyawa orang. Dalam Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020 sudah dijelaskan terkait pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Kita berpedoman pada itu,” tambah Maruli.



    Selain terkait PJB, masalah lain yang dibahas pada rapat kali ini adalah terkait refocusing dan realokasi APBD untuk penanganan Covid-19. Menurut Ketua Korsupgah KPK untuk wilayah Sumut Azril Zah, yang menjadi pedoman pemerintah daerah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.


     
    “Untuk refocusing dan realokasi APBD Pemda berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020. Di situ cukup jelas tata cara refocusing dan realokasi APBD untuk penanganan Covid-19. Dan penggunaan dana tersebut hanya boleh untuk tiga hal, yaitu bidang kesehatan, dampak sosial dan dampak ekonomi,” tegasnya.



    Sekretaris Daerah Pemprov Sumut R Sabrina yang mengikuti teleconference tersebut dari Lantai 6 Kantor Gubernur Sumut Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan, menambahkan agar Pemkab/Pemko se-Sumut terus berkoordinasi dengan Pemprov terkait penanganan Covid-19 terutama soal pendanaan. Selain itu, Pemkab/Pemko juga bisa berkoordinasi dengan KPK agar tidak terjadi kesalahan.



    “Pemkab/Pemko perlu terus koordinasi bila ragu. Di saat seperti ini kita perlu koordinasi kuat untuk meminimalisir kesalahan. Dinamika penanganan Covid-19 ini juga begitu cepat berubah. Jadi Pemkab/Pemko perlu mengikutinya dengan cermat,” kata Sabrina.



    Selain bupati, sekeretaris daerah dan inspektur Pemkab/Pemko, rapat teleconference juga dihadiri Ketua Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Korupsi Terintegrasi KPK Sumut M Fitriyus dan Kepala BPKAD Sumut Ismael Sinaga. ( limber sinaga )





    Kamis, 16 April 2020

    Raja Belanda Datang Minta Maaf


    Raja Belanda Datang Minta Maaf, Pemerintah RI Berak di Muka Sendiri


    Jakarta,( kbn lipanri )

    Pada Senin (9/3/2020) Raja Belanda Willem-Alexander dan permaisuri Maxima Zorreguieta Cerruti beserta rombongannya datang ke Indonesia. Dalam rombongan itu, ada sekitar 200 pengusaha Belanda ikut serta. Esok harinya, Selasa (10/3/2020), di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Willem-Alexander menyampaikan permohonan maaf atas kekerasan yang dilakukan Belanda di Indonesia usai Proklamasi 17 Agustus 1945.

    Orang-orang tentu teringat akan penjajahan Kerajaan Belanda di tanah Nusantara yang kini disebut Indonesia ini. Penguasaan Belanda atas Nusantara yang dibarengi dengan kelicinan dan kekejaman merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan lagi.

    Narasi sejarah yang berkembang di masyarakat adalah Belanda menjajah Indonesia selama tiga setengah abad alias 350 tahun. G.J. Resink dalam buku kumpulan tulisannya, Bukan 350 Tahun Dijajah (2012), membantah narasi itu melalui pendekatan hukum internasional. Resink juga memaparkan bukti pengakuan Menteri Koloni Belanda pada 1854 yang menyebut kerajaan-kerajaan atau wilayah di Indonesia yang masih merdeka. Contoh besarnya adalah Aceh yang baru ditaklukkan pada awal abad ke-20. Wilayah Batak dan Bali adalah contoh lainnya.

    Belanda tentu butuh waktu untuk menjajah semua wilayah di Nusantara. Setelah merdeka, orang Indonesia diajari untuk percaya jika satu daerah dijajah, maka daerah yang lain juga dijajah. Itulah mengapa orang Indonesia memuja angka 350 itu.

    Tapi berapa pun lamanya, penjajahan tetap penjajahan. Dalam penjajahan, hak asasi manusia dibuang ke tong sampah.

    Baca juga: Sejarah Hidup Wilhelmina, Ratu Belanda yang Tak Rela RI Merdeka
    https://tirto.id/sejarah-hidup-wilhelmina-ratu-belanda-yang-tak-rela-ri-merdeka-cvZu

    Kolonialisasi Belanda sepaket dengan kejahatan-kejahatan perangnya; mulai dari kejahatan KNIL Marsose kepada rakyat Aceh, kekejaman Westerling kepada rakyat desa di Sulawesi Selatan, hingga pasukan pimpinan Alphonse Wijman kepada rakyat desa Rawagede—daftar ini masih bisa ditambah lagi. Kejahatan-kejahatan perang itu tentu saja tak bisa dilupakan orang-orang Indonesia. Tak heran jika muncul gugatan dari keluarga korban Rawagede dan Westerling kepada pemerintah Belanda.

    Dulu, setelah Belanda datang, berdiri sebuah maskapai dagang di Hindia Timur bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Raja yang tidak mendukung kepentingan VOC biasanya akan dihajar oleh tentara-tentara bayaran maskapai itu.

    VOC boleh bubar, namun warisannya tetap dipelihara pemerintah kolonial. Belanda membiarkan kerajaan-kerajaan yang tidak mengganggu untuk terus ada dan tetap mempekerjakan para bangsawan bumiputra dalam birokrasi guna membantu kelancaran kolonialisme.

    Serdadu juga banyak dibutuhkan untuk mengamankan dan memperluas wilayah jajahan. Walhasil banyak bumiputra direkrut sebagai serdadu rendahan. Jumlah orang Belanda di negeri jajahan tentu tidak memenuhi kebutuhan personel aparat birokrasi dan militer. Dengan kata lain, kolonialisasi dijalankan orang Belanda atas bantuan orang pribumi.

    Baca juga: PNS: Warisan Kolonialisme Belanda
    https://tirto.id/pns-warisan-kolonialisme-belanda-cwpj

    Orang-orang Belanda dan Eropa di Hindia Belanda memosisikan diri sebagai kasta tertinggi. Rakyat jelata tentu ada di strata paling bawah dan seperti dipaksa untuk merasa lebih rendah. Di sinilah kolonialisme tampil dalam wajah yang paling jahat: menciptakan inferiority complex yang akut dalam diri bangsa terjajah.

    Dulu, di tempat pertemuan yang agak elite dan tempat berenang, pernah ada tulisan berbunyi "Verboden voor honden en Inlander". Artinya kira-kira: "Anjing dan Inlander dilarang masuk". Inlander adalah sebutan orang Belanda untuk orang bumiputra yang berkonotasi merendahkan. Ada saja orang Belanda yang melihat kaum bumiputra layaknya anjing atau monyet dan menganggap mereka tak beradab.

    Di mana-mana penjajah memang selalu merasa lebih beradab seraya melakukan kekerasan luar biasa kepada rakyat di wilayah yang dikuasainya.

    Mental Penjajah di Negara Bekas Jajahan

    Anehnya, di masa kini—kala rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mendaku diri sebagai bangsa merdeka—masih ada orang-orang yang diperlakukan seperti rakyat jajahan. Aparat NKRI, yang semestinya melindungi rakyat, belum lama ini menerapkan sikap yang mirip aparat kolonial Belanda.

    Pada Agustus 2019 asrama mahasiswa Papua di Surabaya didatangi aparat yang meneriaki para mahasiswa Papua dengan sebutan "monyet" dan "anjing"—seperti orang Belanda dulu mengatakan orang Indonesia sebagai Inlander dan menyamakannya dengan honden (anjing).

    Seorang Papua bernama Filep Karma dalam buku bertajuk Seakan Kitorang Setengah Binatang (2014: 8) mengakui bahwa ketika dirinya kuliah di Solo, tak sedikit orang memperlakukannya seperti bukan manusia seutuhnya. Perilaku rasis itu tidak hanya dilakukan orang tak berpendidikan, tapi juga orang berpendidikan. “Seringkali orang Papua dikata-katai: Monyet! Ketek!,” kata Filep.

    Baca juga: "Saat Dijajah Belanda Cuma 1 Orang Papua Dibunuh, Sekarang?"
    https://tirto.id/saat-dijajah-belanda-cuma-1-orang-papua-dibunuh-sekarang-b6cJ

    Orang-orang Papua yang merasa Indonesia menjajah Papua tentu menghitung: sudah lebih dari setengah abad Indonesia menjajah negeri mereka.

    Kekejaman di Nduga saja telah menewaskan ratusan orang tahun lalu. Ini belum termasuk yang terjadi di wilayah Papua lain. Pendeta Matheus Adadikam, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia Papua (Eslham Papua), menilai telah terjadi peningkatan pelanggaran HAM pada 2019. “Tidak ada perubahan apa-apa dari kebijakan pemerintah untuk seriusi penyelesaian pelanggaran HAM. Pada tahun 2019 eskalasi pelanggaran naik secara signifikan,” katanya seperti dilansir Suara Papua.

    Apa yang terjadi di Papua mirip dengan apa yang terjadi di Aceh pada abad silam. Ketika itu orang Aceh yang melawan dan ingin merdeka dibunuhi serdadu KNIL Belanda.

    Orang Indonesia yang merasa saudara sebangsa orang Papua banyak yang gagal memperlakukan rakyat Papua sebagai manusia. Dan bukan "saudara sebangsa" saja yang banyak terbunuh selama NKRI berdiri.

    Sepanjang 1965-1967, atas nama pembersihan komunisme di Indonesia, orang-orang yang dituduh komunis terbunuh. Jumlahnya tidak sedikit. Ada beberapa versi yang menyebut di kisaran ratusan ribu, ada juga yang menyebut 1-2 juta orang terbunuh. Berapapun angkanya, banyak orang antikomunis "garis keras" menganggap wajar kematian para korban itu. Kematian mereka dianggap bukan sesuatu yang melanggar kemanusiaan dan tidak perlu dipermasalahkan lagi di zaman sekarang. Negara tentu saja memilih tutup mata.

    Baca juga: Solusi Tragedi 1965: Langkah Maju Gus Dur, Langkah Mundur Jokowi
    https://tirto.id/solusi-tragedi-1965-langkah-maju-gus-dur-langkah-mundur-jokowi-dcz1

    Tidak salah untuk mengutuk kolonialisme Belanda di masa lalu dan keluarga korban kekejaman tentara Belanda tentu berhak menggugat, tapi hendaknya orang-orang Indonesia juga berkaca dengan apa yang terjadi di tahun 1965-1967, di Papua, dan di wilayah-wilayah lain tempat terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat.

    Presiden Jokowi sudah menyambut permintaan maaf dari Raja Belanda, tapi sudahkah pemerintah Indonesia meminta maaf kepada rakyat Papua dan, jika masih sadar, kepada para korban tragedi 1965-1967?

    Jika belum, itu cuma bisa menyebut yang lain sebagai penjajah tapi tak menyadari dirinya berperilaku bak penjajah. Seperti anak kecil, pemerintah Indonesia sedang berak di muka sendiri.( limber sinaga )


    Translate

    .btn-space{text-align: center;} .ripple {text-align: center;display: inline-block;padding: 8px 30px;border-radius: 2px;letter-spacing: .5px;border-radius: 2px;text-decoration: none;color: #fff;overflow: hidden;position: relative;z-index: 0;box-shadow: 0 2px 5px 0 rgba(0, 0, 0, 0.16), 0 2px 10px 0 rgba(0, 0, 0, 0.12);-webkit-transition: all 0.2s ease;-moz-transition: all 0.2s ease;-o-transition: all 0.2s ease;transition: all 0.2s ease;} .ripple:hover {box-shadow: 0 5px 11px 0 rgba(0, 0, 0, 0.18), 0 4px 15px 0 rgba(0, 0, 0, 0.15);} .ink {display: block;position: absolute;background: rgba(255, 255, 255, 0.4);border-radius: 100%;-webkit-transform: scale(0);-moz-transform: scale(0);-o-transform: scale(0);transform: scale(0);} .animate {-webkit-animation: ripple 0.55s linear;-moz-animation: ripple 0.55s linear;-ms-animation: ripple 0.55s linear;-o-animation: ripple 0.55s linear;animation: ripple 0.55s linear;} @-webkit-keyframes ripple {100% {opacity: 0;-webkit-transform: scale(2.5);}} @-moz-keyframes ripple {100% {opacity: 0;-moz-transform: scale(2.5);}} @-o-keyframes ripple {100% {opacity: 0;-o-transform: scale(2.5);}} @keyframes ripple {100% {opacity: 0;transform: scale(2.5);}} .red {background-color: #F44336;} .pink {background-color: #E91E63;} .blue {background-color: #2196F3;} .cyan {background-color: #00bcd4;} .teal {background-color: #009688;} .yellow {background-color: #FFEB3B;color: #000;} .orange {background-color: #FF9800;} .brown {background-color: #795548;} .grey {background-color: #9E9E9E;} .black {background-color: #000000;}