Wakil ketua KPK Saut Situmorang, Kontroversi Nama Capim KPK
Jakarta,( lipanri online )
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang, tegas menolak revisi UU KPK yang akan dilakukan DPR RI. Saut menilai revisi itu ada implikasi negatif terhadap kinerja KPK.
"Intinya, KPK masih tetap berpandangan pada ketika konsep awal 4 perubahan itu akan dibuat, yaitu menolak ya karena ada implikasi negatif pada kinerja KPK. Kalau perihal sadap, SP3, badan pengawas, status ASN pada pegawai KPK ujung keraguan itu pada ke-independenan KPK yang didebat banyak orang. Tapi sebagai law maker punya kerja itu wilayah legislatif, namun berdebat di naskah akademiknya akan lebih elegan membahas 4 hal perubahan itu," kata Saut saat dihubungi detikcom, Kamis (5/9/2019).
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, sebelumnya juga menyatakan revisi itu saat ini belum dibutuhkan. Dia menduga revisi ini salah satu upaya melemahkan KPK.
Febri menilai revisi UU KPK butuh kesepakatan bersama antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan DPR. Menurutnya, UU adalah produk bersama DPR dan Presiden.
"KPK belum mengetahui dan juga tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK tersebut. Apalagi, sebelumnya berbagai upaya revisi UU KPK cenderung melemahkan kerja pemberantasan korupsi," ucap Febri.
DPR akan menggelar rapat paripurna untuk membahas revisi undang-undang yaitu UU KPK dan UU MD3 hari ini. Salah satu poin revisi UU KPK yakni soal wacana pemberian kewenangan menerbitkan SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan.
Ditolak Publik Berkali-kali, Revisi UU KPK Muncul Lagi
Usulan revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengemuka lagi di DPR. Wacana revisi UU KPK sudah berulangkali diusulkan, namun selalu kandas di tengah jalan karena penolakan.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan agenda resmi rapat akan digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9) besok. Agenda rapat ialah pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU usul Badan Legislasi (Baleg) DPR tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan menjadi RUU usul DPR RI.
Dalam rapat paripurna nanti, fraksi-fraksi di DPR akan mengemukakan pendapatnya apakah revisi UU KPK akan disahkan menjadi RUU usulan DPR. Itu berarti draf revisi UU KPK berasal dari DPR.
Bila disepakati, maka pembahasan revisi UU KPK akan berlanjut. DPR nantinya akan mengundang pihak pemerintah untuk membahas revisi UU ini.
Pada Rabu (4/9/2019) detikcom merangkum wacana revisi UU KPK yang sering mendapat penolakan. Wacana ini kerap timbul-tenggelam. Berikut ini catatannya:
Revisi UU KPK untuk pertama kalinya mulai diwacanakan pada 26 Oktober 2010. Ide revisi UU KPK itu diusulkan oleh Komisi Hukum DPR. Pada 24 Januari 2011, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Golkar menulis usulan RUU KPK. Priyo saat itu juga meminta Komisi III menyusun draft naskah akademik dan RUU KPK. RUU itu masuk Prolegnas prioritas 2011.
Ada sepuluh poin yang menjadi isu krusial, antara lain: kewenangan KPK merekrut penyidik dan penuntut, fokus pada agenda pemberantasan korupsi yang harus dipertegas, wewenang menyadap, laporan harta kekayaan penyelenggara negara, kewenangan KPK melakukan penyitaan dan penggeledahan, menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), berkaitan dengan prinsip kolektif kolegial kepemimpinan KPK, prioritas kerja KPK dalam bidang pencegahan atau penindakan harus dipertegas, kesembilan adalah fokus penindakan KPK untuk kasus dengan ukuran tertentu, apakah fokus ke kasus-kasus besar atau tidak, fokus KPK untuk menyelamatkan uang negara atau ingin menghukum pelaku korupsi.
Pada 23 Februari 2012, muncul Naskah Revisi UU KPK yang diduga berasal dari Badan Legislasi DPR. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa kewenangan penuntutan KPK hilang, penyadapan harus izin ketua pengadilan, pembentukan dewan pengawas, kasus korupsi yang ditangani hanya di atas Rp 5 Miliar.
UU KPK Mau Direvisi DPR, KPK: Kami Belum Butuh
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah
DPR RI akan menggelar rapat paripurna untuk menentukan kelanjutan pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) besok. KPK menyebut revisi itu saat ini belum dibutuhkan.
"Bagi kami saat ini, KPK belum membutuhkan revisi terhadap UU 30 Tahun 2002 tentang KPK. Justru dengan UU ini KPK bisa bekerja menangani kasus-kasus korupsi, termasuk OTT serta upaya penyelamatan keuangan negara lainnya, melalui tugas pencegahan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (4/9/2019). ( team )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Undangan