Permohonan Banding PT Inalum Kandas di Pengadilan Pajak
Jakarta
JAKARTA,( lsmlipanri online )
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) akhirnya
memenangkan sengketa pajak PT Inalum, setelah sebelumnya Majelis Hakim II.A
Pengadilan Pajak Jakarta, Selasa (2/10) menolak permohonan banding PT Inalum
dengan amar putusan Tidak Dapat
Diterima.
Amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang dibacakan
secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Drs Bambang Basuki MA MPA, Hakim
Anggota Ali Hakim SE Ak MSi CA, dan Hakim Anggota Yohanes Silverius Winoto SE MSi,
menyatakan menolak gugatan perhitungan yang digunakan PT Inalum, berdasarkan
perhitungan Pajak Air Permukaan (PAP) harus menggunakan tarif khusus untuk
BUMN.
Ditemui di Jakarta usai mengikuti sidang, Kepala Badan
Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Provinsi Sumatera Utara Sarmadan
Hasibuan, didampingi Sekretaris BPPRDSU Ahmad Fadli, para Kepala Bidang,
Riswan, Rita Mestika dan Victor Lumbanraja serta Kepala Biro Hukum Sulaiman
menyatakan Pajak Air Permukaan merupakan jenis Pajak Provinsi yang dikenakan
atas penggambilan/pemanfaatan air permukaan, ketentuan tentang Pajak Air
Permukaan ini diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, kemudian di Provinsi Sumatera Utara diatur dalam Perda Nomor
1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
“Permohonan Banding yang diajukan oleh PT Inalum dan telah
diputus oleh Majelis Hakim adalah untuk masa pajak bulan April 2016 sampai
April 2017 atau terhadap tiga belas masa pajak, putusan Majelis Hakim dengan
amar putusan Tidak Dapat Diterima ini sudah diduga sebelumnya, karena PT Inalum dalam mengajukan Banding tidak
memenuhi syarat formal pengajuan Banding, yaitu membayar 50% dari pajak
terutang yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), sebagaimana
diatur dalam UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dengan tidak
dipenuhinya syarat formal tersebut sehingga tidak dilakukan pemeriksaan
terhadap pokok sengketa," ucap Sarmadan.
Dijelaskan Sarmadan, ada perbedaan dengan permohonan banding untuk masa pajak
November 2013 sampai Maret 2016 atau dua puluh sembilan masa pajak, untuk masa
pajak ini PT Inalum melakukan pembayaran 50% dari jumlah Pajak Terutang,
sehingga sejak bulan Mei 2016 secara berkala dua minggu sekali telah dilakukan
sidang pemeriksaan terhadap pokok sengketa dan pada sidang pemeriksaan terakhir
bulan Februari 2018 lalu.
"Pemeriksaan pokok sengketa telah dinyatakan cukup oleh
Majelis Hakim, namun sangat disayangkan sampai saat ini belum ada putusan dari
Majelis Hakim, padahal sidang pemeriksaannya di Pengadilan Pajak sudah lebih
dahulu dilaksanakan dibandingkan masa pajak yang diputus hari ini,"
katanya.
Usai putusan banding ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
segara akan melaporkannya pada Gubernur Sumatera Utara. “PT Inalum sendiri ada
dua opsi yang dapat dilakukan yaitu menerima putusan Majelis Hakim atau
mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, sementara itu untuk sikap
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tentu pada kesempatan pertama kami akan
melaporkan hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak ini kepada Gubernur
Sumatera Utara dan selanjutnya kami akan merumuskan langkah-langkah yang
diperlukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," katanya.
Pun begitu, menurut Sarmadan dengan telah diambilnya putusan oleh Majelis
Hakim dengan amar putusan Tidak Dapat Diterima, maka PT Inalum wajib melakukan
pembayaran pajak terutang untuk masa pajak April 2016 sampai April 2017 sebesar
Rp553 miliar.
"Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 89 ayat
(2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, bahwa permohonan PK tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak,"
jelas Sarmadan.
Diketahui, sengketa Banding antara PT Inalum dengan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ini telah dimulai sejak bulan November 2013,
yaitu pasca berakhirnya Master Agreement Pengelolaan PT Inalum oleh Konsorsium
Perusahaan Jepang dengan status PMA. Sejak saat itu PT Inalum menjadi Wajib
Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Persoalan Pajak Air Permukaan PT Inalum ini telah menjadi
perhatian besar bagi rakyat Sumatera Utara, PT Inalum akhir-akhir ini juga
telah menjadi perbincangan bukan saja secara nasional tapi bahkan internasional
setelah mampu membeli saham PT Freeport Indonesia menjadi 51,23%.
Sengketa banding Pajak Air Permukaan ini berawal dari
terdapatnya perbedaan pola perhitungan antara yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatea Utara dengan yang
dilakukan oleh PT Inalum, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menghitung Pajak
Air Permukaan PT Inalum dengan menggunakan tarif Wajib Pajak Golongan Industri.
Sedangkan menurut PT Inalum perhitungan Pajak Air
Permukaannya harus menggunakan tarif khusus untuk BUMN. Padahal sebagaimana
diatur dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 24 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Perhitungan Nilai Perolehan, Harga Air Baku dan Harga Dasar Air untuk
Penetapan Pajak Air Permukaan di Provinsi Sumatera Utara yang merujuk kepada
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 12 Tahun 2002 tentang Nilai Perolehan Air
Yang Digunakan BUMN, BUMD Yang Memberikan Pelayanan Publik, Pertambangan Minyak
Bumi dan Gas Alam, bahwa yang dapat digolongkan kepada tarif khusus adalah
BUMD/BUMN yaitu PDAM, PT. Pertamina dan PT. PLN yang peruntukan atas
pengambilan/pemanfaatan air permukaannya untuk kepentingan publik.
Sedangkan PT. Inalum melakukan pengambilan/pemanfaatan air
permukaan adalah untuk kepentingan sendiri yaitu untuk industri peleburan
aluminium.( team )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Undangan