Komisioner KPU tersangka, KPK berencana periksa Sekjen PDIP Hasto Kristianto
Jakarta,( kbn lipanri )
Rapat kerja nasional atau Rakernas dan HUT ke-47 PDIP tahun
ini diwarnai operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) yang
melibatkan kader partai banteng. Setidaknya, ini adalah kali ketiga acara besar
PDIP yang diwarnai OTT KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, sebagai tersangka terkait dugaan
penerimaan suap dalam proses penetapan penggantian antar waktu anggota DPR RI
periode 2019-2024.
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, mengatakan ada tiga
tersangka lainnya, yakni Agustiani Tio Fridelina, yang merupakan orang
kepercayaan Wahyu, Harun Masiku yakni calon anggota legislatif dari PDI
Perjuangan, serta Saeful yang disebut sebagai pihak swasta.
Agustiani adalah anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
2008-2012, Harun adalah bekas caleg DPR pada Pemilu 2019 dari PDI-P, dan Saeful
merupakan staf Sekretariat DPP PDI-P.
Tentang disebutnya nama Sekjen PDI Perjuangan, Hasto
Kristianto, yang disebutkan kemungkinan mengetahui kasus ini, KPK mengatakan
pihaknya tengah mendalami siapa sumber dana dalam kasus suap ini.
Jika ditemukan mengarah kepada Sekjen PDI Perjuangan, Hasto
Kristianto, kata Lili Pintauli Siregar, pihaknya bisa saja akan memanggilnya.
"Tidak saja Hasto, tapi yang berhubungan dengan perkara
ini. Kalau ada hubungan akan ada panggilan," katanya.
Apa tanggapan Hasto Kristianto?
Sebelum KPK menggelar jumpa pers pada Kamis (09/01) malam,
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menjawab informasi tentang
dugaan dua orang stafnya yang disebutkan diduga terlibat dalam kasus ini.
Kepada wartawan pada Kamis siang, Hasto mengaku belum
mengetahui tentang dua orang yang disebut stafnya tersebut. "Sampai saat
ini kami masih belum tahu," katanya di sebuah acara di Kemayoran, Jakarta,
Kamis (09/01).
Kepada wartawan pada Kamis siang, Hasto mengaku belum
mengetahui tentang dua orang yang disebut stafnya tersebut. "Sampai saat
ini kami masih belum tahu," katanya di sebuah acara di Kemayoran, Jakarta,
Kamis (09/01)
Walaupun begitu, Hasto menegaskan bahwa pembinaan staf
sekretariat DPP PDIP merupakan tanggungjawabnya sebagai Sekjen partai.
Dia menegaskan, sebagai kader partai, para staf partai wajib
menjalankan ideologi partai, termasuk tidak melakukan tindakan melawan hukum.
"Saya perlu melakukan penegasan. Bahwa sebagai Sekjen,
saya bertanggung jawab di dalam membina seluruh staf, seluruh anggota, seluruh
kader partai. Karena itu merupakan tugas yang diberikan AD/ART," ujarnya.
Dia mengatakan apa yang menjadi tindakan para kader menjadi
tanggung jawab partai, tetapi bukan yang menyangkut persoalan hukum.
"Apa yang menjadi tindak para anggota dan kader partai,
partai tentu saja ikut bertanggung jawab. Tetapi ketika itu sudah menyentuh
persoalan hukum, partai tidak bertanggung jawab," katanya.
Seperti apa kronologi kasus ini?
Dalam kasus ini, kata Lili Pintauli, Wahyu Setiawan diduga
meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun Masiku agar ditetapkan oleh KPU
menjadi anggota DPR RI pengganti antar waktu menggantikan caleg yang meninggal,
Nazaruddin Kiemas.
Padahal, keputusan KPU pada 31 Agustus 2019 menyatakan
Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazaruddin Kiemas lantaran memperoleh
suara terbanyak kedua di dapil Sumsel I.
Keputusan KPU dalam rapat pleno 7 Januari 2020 juga
menyatakan menolak surat permohonan PDI Perjuangan yang meminta KPU menetapkan
Harun Masiku sebagai anggota DPR pengganti Nazaruddin.
"Untuk membantu HAR (Harun Masiku) sebagai PAW atau
pengganti antar waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp900 juta
dan untuk merealisasikan dilakukan dengan dua kali operasi pemberian yaitu pada
pertengahan Desember 2019," ujar Lili di Gedung KPK, Kamis (09/01).
PDIP, menurut Lili Pintauli, berbekal fatwa Mahkamah Agung
yang menyatakan partai sebagai penentu suara dan pengganti antar waktu.
Tapi setelahnya Wahyu Setiawan justru menghubungi DON --yang
disebut sebagai pengacara-- dengan mengatakan telah menerima 'dana operasional'
dan 'akan mengupayakan kembali agar Harun menjadi anggota DPR pengganti antar
waktu'.
Petugas keamanan berjalan di samping ruang kerja Komisioner
KPU Wahyu Setiawan yang disegel KPK di Jakarta, Kamis (9/1/2020). Penyegelan
terhadap ruang kerja Wahyu Setiawan dilakukan setelah KPK menangkap tangan
Komisioner KPU tersebut bersama tiga orang lainnya pada Rabu (8/1/2020).
Esoknya, yaitu pada 8 Januari 2020, Wahyu pun meminta lagi
uang pemberian Harun kepada orang kepercayaannya ATF. Di sinilah, KPK melakukan
operasi tangkap tangan (OTT).
"KPK mengamankan uang Rp400 juta di tangan ATF dalam
bentuk Dollar Singapura dan setelah melakukan pemeriksaan dalam waktu 1x24 jam
dilakukan gelar perkara."
"KPK menyimpulkan ada tindak pidana korupsi menerima
hadiah atau penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024."
Dalam perkara ini keempat tersangka dikenai pasal 12 ayat
1a/b dan pasal 5 ayat 1a/b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Tiga tersangka
telah ditahan.
"KPK juga meminta HAR (Harun) segera menyerahkan
diri," tukas Lili Pintauli.
Selidiki sumber dana
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, menjelaskan
penyelidiknya tengah mendalami siapa sumber dana dalam kasus suap ini. Jika
ditemukan mengarah kepada Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristianto, katanya,
akan dipanggil.
"Tidak saja Hasto tapi yang berhubungan dengan perkara
ini. Kalau ada hubungan akan ada panggilan."
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah) memberikan
keterangan pers terkait kabar penggeledahan kantornya serta penangkapan staf
partainya dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh
KPK di Jakarta, Kamis (9/1/2020).
KPK juga akan memastikan keterkaitan DON dan SAE dengan
Hasto Kristianto yang disebut-sebut sebagai asistennya.
"Itu pada penyidikan akan diperiksa apakah staf Hasto,
tentunya akan tergambar jelas," ujarnya.
Hingga kini KPK telah menyegel sejumlah tempat mulai dari
rumah Wahyu Setiawan dan ruang kerjanya. Sementera proses penggeledahan, masih
menunggu persetujuan Dewan Pengawas.
Anggota KPU di pusat daerah harus mewas diri
Ketua KPU, Arief Budiman, memastikan keputusan penetapan
penggantian antar waktu anggota DPR RI periode 2019-2024 merujuk pada
Undang-Undang, bukan fatwa Mahkamah Agung. Itu mengapa dalam rapat pleno, KPU
memutuskan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI pengganti antara waktu
menggantikan Nazaruddin Kiemas.
"Undang-Undang menentukan kalau seseorang terpilih dan
karena sesuatu jal tidak memenuhi syarat sebagai anggota dewan, maka
penggantinya ditentukan sesuai Undang-Undang yaitu peringkat suara terbanyak
berikutnya," ujar Arief Budiman kepada wartawan di Gedung KPK, Kamis
(09/010).
"Mekanismenya dimulai dari parpol berkirim surat ke
DPR, lalu DPR ke KPU dan KPU memberikan jawaban siapa yang meraih suara
terbanyak berikutnya. DPR lantas memberi tahu ke Presiden untuk diberikan
SK."
Arief juga berkata selama rapat pleno berlangsung tidak ada
perbedaan pendapat di antara para komisioner.
"Tidak ada dissenting opinion," tukasnya.
Ketua KPU Arief Budiman (kedua kanan) didampingi Komisioner
Ilham Saputa (kanan), Pramono Ubaid Tantowi (kedua kiri) dan Hasyim Asyari
(kiri) memberikan keterangan pers usai mendatangi gedung KPK terkait
penangkapan komisioner KPU Wahyu Setiawan, di Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Terkait status Wahyu Setiawan di KPU, Arief menambahkan,
pihaknya akan segera memutuskan lewat rapat pleno. Sebab jika merujuk pada
aturan yang berlaku, anggota KPU bisa diberhentikan sementara jika berstatus
terdakwa.
"Karena kasus ini penting dan memengaruhi kepercayaan
publik, kami akan segera gelar rapat pleno untuk sikapi ini. Kami tentu berkaca
pada beberapa kasus, sehingga kami mengambil inisiatif lebih awal."
Ia juga mewanti-wanti seluruh penyelenggara pemilu dari
pusat hingga daerah agar 'tidak main-main' dan 'menjaga integritas' agar
kejadian serupa tidak terulang.
"Saya tetap perintahkan seluruh jajaran KPU di pusat
dan kabupaten/kota agar lebih mewas diri dan menjaga integritas dan bekerja
dengan profesional."
Daftar anggota KPU tersangkut korupsi
Dengan ditangkapnya Wahyu Setiawan oleh KPK setidaknya sudah
ada enam anggota KPU yang tersangkut kasus korupsi.
1. Mulyana Wira Kusumah, merupakan anggota KPU periode
2001-2005. Ia dikenal sebagai pegiat demokrasi dan hak asasi manusia, yang juga
terlibat sebagai anggota tim penyusun Rancangan Undang-Undang Pengadilan HAM.
Pada April 2005, ia dicokok KPK karena menyuap tim
pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengadaan barang
dan jasa di KPU. Ketika itu, Mulaya ditangkap KPK bersama barang bukti uang
senilai Rp150 juta. Oleh Pengadilan Tipikor, ia divonis 2 tahun 7 bulan
penjara.
2. Nazaruddin Sjamsuddin adalah Ketua KPU periode 2001-2005.
Pria kelahiran Aceh ini dicokok KPK pada Mei 2005 terkait kasus aliran dana
taktis KPU senilai Rp20 miliar. Guru Besar ilmu politik di Universitas
Indonesia ini kemudian divonis enam tahun penjara serta denda Rp300 juta.
3. Rusadi Kantaprawira menjadi anggota KPU periode
2001-2005. Ia ditangkap lembaga anti-rasuah pada Juli 2005 atas kasus pengadaan
tinta Pemilu 2004. Kasusnya ini juga melibatkan Achmad Rojadi yang dijatuhkan
hukuman penjara empat tahun dan denda Rp200 juta. Sementara Rusai divonis
pidana empat tahun oleh Pengadilan Tipikor.
4. Daan Dimara merupakan anggota KPU periode 2001-2005. Ia
tersangkut kasus pengadaan segel sampul surat suara Pemilu 2004. Pada 7
November 2006, dia divonis empat tahun penjara.
Berita diperbaharui pada Jumat (10/01) sekitar pukul 11.30
WIB dengan memasukkan kutipan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dan memperbaiki
judul.( limber sinaga )