ASAL MULA MARGA SILIMA DI SUKU KARO
MEDAN ( KBNLIPANRI ONLINE )
Suku batak sering kali dimaknai secara generalisir, padahal
dalam kehidupan sehari hari Batak ini terbagi menjadi beberapa suku lagi, ada
batak toba, simalungun, tapannuli dan batak Karo, walaupun yg terakhir sering
kali menyebut suku karo tanpa embel embel batak,
Sengaja untuk kali ini penulis hanya membahas sedikit
mengenai suku karo, setiap orang karo pasti memiliki marga, bahkan suku lain
sekalipun yg merantau ke tanah karo sering dibuatkan atau di sematkan marga
sebagai bukti mereka telah memiliki keluarga di tanah karo,tidaka tanggung
tanggung samapi mantan presiden Indonesia pun pernah disematkan marga oleh
orang karo.
Kisah marga ini juga sangat panjang dan berbelit belit jika
ditelusuri,dan salah satu yg paling kental di suku karo adalah perkawinan yg
masih ada hubungan keluarga ( impal anak paman atau bibi ).
Konon pada zaman
dahulu sering terjadi perkawinan siti nurbaya dimana kedua pengantin dijodohkon
oleh kedua orang tua, oleh sebeb itu penulis coba menuliskan beberapa sislsilah
marga di tanah karo pada umumnya walaupun hanya sekedar Copas, semoga dapat
menambah wawasan dan memberi nilai tambah bagi kita semua,,
Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember
1995 di Sibayak International Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada
Merga Silima, yaitu ;
Ginting
Karo-Karo
Peranginangin
Sembiring
Tarigan
Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga
tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut.
Adapun Merga dan Sub Merga serta sejarah, legenda, dan
ceritanya adalah sebagai berikut
Merga Ginting Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga
seperti :
Ginting Pase Ginting Pase menurut legenda sama dengan
Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting
Pase dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita
Lisan Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh
bengkila (pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera
Pasai di Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting
Pase. (gantang : Bisa dibaca di sini)
Ginting Munthe Menurut cerita lisan Karo, Merga Ginting
Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian
ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah
pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari
Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting
Tampune.
Ginting Manik Ginting Manik menurut cerita masih saudara
dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke
Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
Ginting Sinusinga
Ginting Seragih Menurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10),
Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke
Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
Ginting Sini Suka Menurut cerita lisan Karo berasal dari
Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian
ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting (gantang : bacanya
Sembilan Satu Ginting), yakni :
Ginting Babo
Ginting Sugihen
Ginting Guru Patih
Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
Ginting Beras
Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
Ginting Ajar Tambun
Ginting Jadi Bata
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara
perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda tenggelam ke dalam
tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame,
kecamatan Munte.
Ginting Jawak Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari
Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
Ginting Tumangger Marga ini juga ada di Pak Pak, yakni
Tumanggor.
Ginting Capah Capah berarti tempat makan besar terbuat dari
kayu, atau piring tradisional Karo.
Merga Karo-Karo Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub
Merga, yaitu :
Karo-Karo Purba Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal
dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan
seorang ular.
Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
Purba Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan
Kandibata.
Ketaren Dahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga
Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe,
dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang
memakai merga Purba adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan
Raya dan Batu Maler (referensi K.E. Ketaren).
Sinukaban Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung
Kaban..
Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni
merga-merga :
Karo-Karo Sekali Karo-Karo sekali mendirikan kampung
Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
Sinuraya/Sinuhaji Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan
Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
Jong/Kemit Merga ini mendirikan kampung Mulawari.
Samura
Karo-Karo Bukit
Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh
ular. Ular dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan
keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
Karo-Karo Sinulingga Merga ini berasal dari Lingga Raja di
Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga
Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan
kampung Lingga.
Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
Kaban Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang
Meriah,
Kacaribu Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
Surbakti Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan
Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga
berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga
Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat
di Gayo/Alas dan Pak Pak.
Karo-Karo Kaban Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan
merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang
Meriah dan Pernantin.
Karo-Karo Sitepu Merga ini menurut legenda berasal dari
Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu,
Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga
dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut
Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei
Bingai.
Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta
Tepu.
Karo-Karo Barus Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal
dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang
Cuping) atau si telinga lebar.
Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke
Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia
tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini
impal merga Purba yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya
mereka sering pula disebut Suka Piring.
(Petra : Wuih, sejarah nenek moyang gw jelek juga, ya….)
Karo-Karo Manik Di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat
Karo Manik.
Merga Peranginangin Merga Peranginangin terbagi atas
beberapa sub merga, yakni :
Peranginangin Sukatendel Menurut cerita lisan, merga ini
tadinya telah menguasai daerah Binje dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke
arah pegunungan dan sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini
terbagi menjadi :
Peranginangin Kuta Buloh Mendiami kampung Kuta Buloh, Buah
Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung
Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
Peranginangin Jombor Beringen Merga ini mendirikan,
kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat
mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
Peranginangin Jenabun Merga ini juga mendirikan kampong
Jenabun,.
Ada cerita yang mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda
(pelaut) yang dalam bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini
sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat pertama
nahkoda tersebut tinggal.
Peranginangin Kacinambun Menurut cerita, Peranginangin
Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
Peranginangin Bangun Alkisah Peranginangin Bangun berasal
dari Pematang Siantar, datang ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui
Peranginangin Mano. Di Bangun Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan
dengan Guru Pak-pak Pertandang Pitu Sedalanen.
Di mana dikatakan Guru Pak-pak
menyihir (sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk
(ersepah), kutu anjing (kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin pada
waktu itu terjadi gempa bumi di kampung itu. Akibatnya penduduk Bangun Mulia
pindah. Dari Bangun Mulia mereka pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu
Karang, Jandi Meriah, Selandi, Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian
mendirikan kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga
Menjerang dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama Sigenderang.
Merga ini juga pecah menjadi :
Keliat Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat
merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku
kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
Beliter Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama
Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita,
mereka berasal dari merga Bangun.
Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung
bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung
tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
Peranginangin Mano Peranginangin Mano tadinya berdiam di
Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak
laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
Peranginangin Pinem Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama
Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek moyang merga Sebayang dan
Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
Sebayang Nenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang
dari Tuha di Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta
Gerat, Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain.
Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
Peranginangin Laksa Menurut cerita datang dari Tanah Pinem
dan kemudian menetap di Juhar.
Peranginangin Penggarun Penggarun berarti mengaduk, biasanya
untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat kain tradisional suku Karo.
Peranginangin Uwir:
Peranginangin Sinurat Menurut cerita yang dikemukakan oleh
budayawan Karo bermarga Sinurat seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal
dari Peranginangin Kuta Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai
dengan ayahnya lalu kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi
menjadi juru tulis merga Pincawan (Sinurat).
Kemudian merga Pincawan khawatir
merga Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari
Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai perladangan
mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
Peranginangin Pincawan Nama Pincawan berasal dari Tawan, ini
berkaitan dengan adanya perang urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu
itu. Mereka pada waktu itu sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya
disebut Pincawan.
Peranginangin Singarimbun Peranginangin Singarimbun menurut
cerita budayawati Karo, Seh Ate br Brahmana, berasal dari Simaribun di
Simalungun.
Ia pindah dari sana berhubung berkelahi dengan saudaranya.
Singarimbun kalah adu ilmu dengan saudaranya tersebut lalu sampailah ia di
Tanjung Rimbun (Tanjong Pulo) sekarang.
Disana ia menjadi gembala dan kemudian
menyebar ke Temburun, Mardingding, dan Tiga Nderket.
Peranginangin Limbeng Peranginangin Limbeng ditemukan di
sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan
Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan Karo.
Peranginangin Prasi Merga ini ditemukan oleh Darwan Prinst,
SH dan Darwin Prinst, SH di desa Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo
Paulus Keliat, merga ini berasal dari Aceh, dan disahkan menjadi Peranginangin
ketika orang tuanya menjadi Pergajahen di Sibiru-biru. ( team )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Undangan